Empat Kisah Mistis Gunung Gandang Dewata

gunung

Gunung-gunung selalu punya kisahnya sendiri. Kisah kisah itu, terutama yang berbau mistis, terjaga dengan baik lewat cerita dari para leluhur yang diturunkan pada anak cucunya, lewat adat yang terus dilestarikan oleh masyarakatnya. Begitu pula dengan kisah yang menyelimuti gunung Gandang Dewata. Gunung dengan tinggi 3037 meter di atas permukaan laut ini, punya kisah mistis menarik yang masih dipercaya oleh Mamasa. Apa saja? Berikut uraiannya>

1. Suara gendang, sebuah isyarat dari dewa

Pemberian nama suatu tempat biasanya dan seringkali memiliki keterkaitan dengan legenda yang ditemui orang orang setempat. Begitu pula dengan nama gunung Gandang Dewata. Penamaan gunung yang berdiri tegak di kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat ini dengan nama Gandang Dewata, bukan tanpa sebab. 

Gandang, seperti yang kita tahu, memiliki arti gendang. Sementara Dewata adalah bentuk jamak dari dewa, dewa sendiri itu istilah yang merujuk pada sosok spiritual yang dipercaya memiliki kekuatan supranatural. Nah dari gabungan kedua kata itu paling tidak kalian tahu kan mitos dan legenda apa yang dikandung si gunung. Tepat sekali, mitos atau legenda yang menyelimuti si gunung ini adalah terdengarnya suara gendang yang dipercaya isyarat dari para dewa. 

Dulu, sebelum gunung ini diberi nama gunung Gandang Dewata, warga Mamasa mendengar suara gema yang bersumber dari pucuk gunung, dan suara itu muncul ketika orang orang Mamasa sedang melakukan prosesi ritual kematian di desa. Kalau dinalar, dengan jarak yang begitu jauh dari gunung sampai desa, suara itu tak mungkin mencapai telinga para warga. Suara yang muncul dari pucuk gunung itu sangat sering terdengar, tak hanya satu dua kali. Tak ada yang tahu dari mana gema suara yang mirip gendang itu berasal, orang Mamasa jaman dulu percaya bahwa gema suara yang mirip gendang itu berasal dari dewa.

Ada cerita lain tentang suara yang mirip gendang ini. Jadi di atas gunung itu terdapat batu besar yang bentuknya menyerupai gendang. Nah batu besar itulah yang dipercaya sumber munculnya suara misterius itu dan dewalah yang menabuhnya. 

Orang orang Mamasa tempo dulu juga percaya suara gendang yang terdengar dari atas gunung itu adalah isyarat atau tanda dari para dewa, bahwa mereka, para dewa itu, sedang turun ke bumi dan singgah di gunung. Selain itu, gema suara yang mirip gendang juga isyarat dari dewa bahwa ada orang yang meninggal di bawah sana, di desa. Isyarat kematian dari dewa itu ditujukan buat orang orang Mamasa yang sedang berburu atau mencari rotan di hutan. 

2. Perahu yang kandas milik Putri Raja

Sebetulnya, gunung Gandang Dewata itu dulunya adalah dataran terendah di Sulawesi. Peninggalan yang menunjukkan hal itu adalah adanya batu besar yang berbentuk perahu di puncak gunung Gandang Dewata. Dan konon ceritanya batu besar yang mirip perahu itu dulunya kepunyaan Putri Raja yang kandas.
Nah menariknya, meski kita kadang masih bisa menjumpai sisa-sisa lautan di sana, sekarang Gandang Dewata sudah berubah menjadi daerah daratan tertinggi di Sulawesi Barat. 

3. To Mumbuni; bangsa maya Gandang Dewata

Selain kepercayaan yang tersebar di masyarakat Mamasa seputar gunung Gandang Dewata seperti disebutkan di atas, bangsa maya adalah salah satu yang dipercaya oleh orang orang Mamasa. Bangsa maya ini menghuni gunung Gandang Dewata. Orang orang Mamasa sendiri menyebutnya dengan To Mumbuni. Sebagaimana lazimnya bangsa maya, To Mumbuni ini tak kasatmata, alias tak dapat dilihat mata telanjang. Meski mereka punya dunianya sendiri, kadang mereka menampakkan wujudnya pada manusia. Mereka juga bisa berinteraksi dengan orang orang tertentu.  Nah, To Mumbuni ini dipercaya masih satu jenis dengan manusia. Bahkan memiliki perilaku dan kehidupan layaknya manusia di dunia nyata. 

Nah ada pengakuan menarik dari Bapak Daud, sesepuh Mamasa. Beliau saat masih muda dulu, pernah disembunyikan To Mumbuni. Tak tanggung tanggung, beliau disembunyikan selama satu minggu. Mereka tidak mau melepaskan Pak Daud sampai beliau mengaku bahwa dirinya adalah keturunan asli Mamasa. Dari kejadian itu, pak Daud bisa berinteraksi dengan To Mumbuni, bahkan meminta bantuan mereka untuk memberitahu beliau ketika ada orang yang tersesat di gunung atau dalam keadaan bahaya.

4. Berteriak sama dengan mengundang bahaya

Di manapun kita berada memang harus memperhatikan tindak tanduk. Kalau kita bertingkah seenak pusar sendiri, siap siap saja dengan akibatnya. Nah di gunung Gendang Dewata sendiri, ada aturan yang harus ditaati para pendaki, yaitu dilarang berteriak. Para pendaki dilarang berteriak di sana, karena nantinya bisa mengusik dan mengganggu To Mumbuni. Kalau To Mumbuni merasa terganggu, mereka akan menurunkan kabut kebal disertai angin kencang. Kabut tebal dan angin kencang tentu dua hal yang tak main main bagi pendaki. Para pendaki bisa tergelincir, sesat, dan berakhir kematian karena dua hal itu. Nah jadi jangan sembarangan bertingkah yah kalau mau mendaki. 

Belum ada Komentar untuk "Empat Kisah Mistis Gunung Gandang Dewata"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel